marquee

TUGAS KAMPUS

Sabtu, 19 Maret 2016

Ejaan (kelompok 6)

KELOMPOK 6

Nama Anggota        : Dwi Maulani (12113679)
                                  Fatih Nur Muchamad (13113303)
Mata Kuliah            : Bahasa Indonesia 2
Kelas                       :  3KA09
Materi                     : Ejaan

*    Sejarah Ejaan
Sebelum mempunyai tata bahasa baku dan resmi menggunakan aksara latin, bahasa Melayu (sebagai cikal-bakal Bahasa Indonesia) ditulis menggunakan aksara Jawi (arab gundul) selama beratus-ratus tahun lamanya. Lalu, sejak bangsa Eropa datang dan menetap di Nusantara, barulah kita mengenal aksara latin. Ejaan latin yang dipakai untuk bahasa Melayu pun sudah berubah berkali-kali sesuai dengan kebijakan para penulis buku pada waktu itu. Ternyata Nusantara yang diduduki Belanda punya gaya ejaan yang berbeda dengan Semenanjung Melaya yang notabene dikolonisasi Inggris.
Tahun 1897, seorang linguis Londo (sebutan orang Belanda) kelahiran Batavia, yang bernama A.A. Fokker mengusulkan agar ada penyeragaman ejaan di antara dua wilayah ini. Hingga akhirnya, van Ophuijsen (sistem orthografi) membakukan segalanya tentang Bahasa Melayu.
Ada tiga prinsip yang mendasari perubahan ejaan dalam Bahasa Indonesia, yaitu :
1.    Prinsip kehematan (Efisiensi)
2.    Prinsip keluwesan
3.    Prinsip kepraktisan
Berikutnya, terdapat enam ejaan yang menjadi tahapan hingga ke Ejaan yang Disempurnakan (EyD), yaitu :

1. Ejaan van Ophuysen (1901-1947)

Charles Adrian van Ophuijsen (Ch. A. van Ophuysen) merupakan tokoh penting dalam tonggak bahasa Indonesia. Seperti yang udah gue sebutkan sebelumnya di atas, ejaan Ophuijsen lahir dari niat pemerintah kolonial Belanda untuk menengahi keberagaman variasi bahasa Melayu yang ada di Nusantara saat itu, sekaligus memudahkan Belanda menyebarkan kekuasaan di daerah kolonisasinya.


2. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) – 1947-1972
Ejaan ini disebut sebagai Ejaan Soewandi karena diresmikan tanggal 17 Maret 1947 oleh Menteri, Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan saat itu, yaitu Raden Soeawandi, menggantikan ejaan Ophuijsen. Sebenarnya nama resminya adalah ejaan Republik, namun lebih dikenal dengan ejaan Soewandi.

3. Ejaan Pembaharuan (1957)

Ejaan ini bermula dari polemik yang terjadi pada Kongres Bahasa Indonesia ke-2 di Medan tahun 1954. Kongres kedua ini akhirnya diadakan setelah pertama kali diadakan di Solo tahun 1938. Yamin selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dan pemrakarsa Kongres Bahasa Indonesia ke-2 mengatakan bahwa kongres ini merupakan bentuk rasa prihatinnya akan kondisi bahasa Indonesia saat itu yang masih belum mapan. Medan pun dipilih karena di kota itulah bahasa Indonesia dipakai dan terpelihara, baik dalam rumah tangga ataupun dalam masyarakat, setidaknya itu alasan Yamin. Di kongres ini, memang diusulkan banyak hal dan salah satunya adalah perubahan ejaan. Usulan ini ditindaklanjuti oleh pemerintah waktu itu dengan membentuk panitia pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia.

4. Ejaan Melindo/Melayu Indonesia (1959)

Sejak Kongres bahasa tahun 1954 di Medan dan dihadiri oleh delegasi Malaysia, maka mulailah ada keinginan di antara dua penutur Bahasa Melayu ini untuk menyatukan ejaan. Keinginan ini semakin kuat sejak Malaysia merdeka tahun 1957 dan kita pun menandatangani kesepakatan untuk membicarakan ejaan bersama tahun 1959-nya. Sayangnya, karena situasi politik kita yang sedang memanas (Indonesia sedang condong ke poros Moskow-Peking-Pyongyang, sedangkan Malaysia yang Inggris banget), akhirnya ditangguhkan dulu pembahasannya. Hal lain yang membuat ejaan ini kurang seksi adalah perubahan huruf-huruf yang dianggap aneh. Misalnya, kata "menyapu" akan ditulis "meɳapu"; "syair" ditulis "Ŝyair"; "ngopi" menjadi "ɳopi"; atau "koboi" ditulis "koboy". Mungkin aneh karena belum biasa dan harus menyesuaikan diri lagi. Tapi, akhirnya, usulan yang mustahil dilaksanakan ini dengan cepat ditinggalkan.




5. Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1966)

Sebelum adanya EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang bernama Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan ini, sebenarnya estafet dari ikhtiar yang sudah dirintis oleh panitia Ejaan Melindo. Anggota pelaksananya pun terdiri dari panitia ejaan dari Malaysia. Pada intinya, hampir tidak ada perbedaan berarti di antara ejaan LBK dengan EYD, kecuali pada rincian kaidah-kaidah saja.

6. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan / EYD (1972)

Setelah melalui masa-masa kegalauan perencanaan bahasa di era Soekarno, masalah-masalah ini dirampungkan hingga akhirnya Soeharto meresmikan EyD pada perayaan kemerdekaan Indonesia, tahun 1972 lalu.


*    Rangkuman Perubahan Ejaan Bahasa Indonesia
Rangkuman Sejarah Perubahan Ejaan Bahasa Indonesia
Di bawah ini, rangkuman bagaimana sejarah ejaan di Indonesia mulai dari edjaan tempo doeloe hingga EYD yang tidak asing di kuping kita:
Van Ophuysen (1901)
Soewandi (1947)
Pembaruan (1957)
Melindo (1959)
Ejaan Baru (1966)
Ejaan yang Disempurnakan (1972)
j
J
Y
y
y
Y
dj
dj
J
j
j
J
nj
nj
Ñ
ɳ
ny
Ny
sj
-
Ś
Ŝ
sy
Sy
tj
tj
-           
c
c
C
ch
-
-
-
kh
Kh
ng
ng
ɳ
ɳ
ng
Ng
z
-
Z
z
z
Z
F
-
F
F
F
F
-
-
V
V
V
V
é
e
É
é
e
E
e
e
E
e
e
E
oe
u
U
u
u
U
ai
ai
Ay
ay
ai
Ai
au
au
Aw
aw
au
Au
oi
oi
Oy
oy
oi
Oi
Ejaan di Indonesia dari waktu ke waktu (Harimurdi Kridalaksana & Hermina Sutami, 2007)

*    Abjad Indonesia Menurut
Ejaan yang disempurnakan atau EYD terdiri dari 26 grafem tunggal dan fonem sebagai berikut :
·         Aa (a) /a/
·         Bb (be) /b/
·         Cc (ce) /c/
·         Dd (de) /d/
·         Ee (e) /e/ , /ə/ ,/ε/
·         Ff (ef) /f/
·         Gg (ge) /g/
·         Hh (ha) /ha/
·         Ii (i) /i/
·         Jj (je) /j/
·         Kk (ka)/k/,/?/
·         Ll (el) /l/
·         Mm (em) /m/
·         Nn (en) /n/
·         Oo (o) /o/, /ɔ/
·         Pp (pe) /p/
·         Qq (ki) /k/
·         Rr (er) /r/
·         Ss (es) /s/
·         Tt (te) /t/
·         Uu (u) /u/
·         Vv (fe) /te/
·         Ww (we) /w/, /W/
·         Xx (eks) /k/+/s/
·         Yy (ye) /y/
·         Zz (zet) /z/
*    Pengertian Ejaan
Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (katakalimat, dsb) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu
1.     aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad
2.     aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
3.     aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.

·         Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan u. Contoh pemakaian dalam kata vokal di awal di tengah di akhir pada huruf a sepertiapi, padi, lusa. Dalam vokal e seperti enak, petak, sore, sedangkan dalam vokal i contohnya itu, simpan, murni.Serta dalam vokal o seperti oleh, kota, radio, dan terakhir pada vokal u contohnya ulang, bumi, ibu.Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.

·         Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

·         Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Contoh            : penggunaan diftong ai pada awal, tengah dan akhir adalah sebagai berikut ain,malaikat, pandai.
Sedangkan pada diftong au seperti aula, saudara, harimau. Serta pada diftong oi di awal kata tidak ditemui, sedangkan untuk di tengah dan akhir sepertiboikot dan amboi.

·         Gabungan Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan. Sama seperti kata yang lain, gabungan huruf konsonan bisa terdapat pada awal, tengah, dan akhir kata.

·         Prinsip-prinsip Penulisan Ejaan Bahasa Indonesia

Prinsip morfologis merupakan dua kaidah yang mengkhususkan penulisan sebuah fonem yang memiliki posisi tertentu dalam morfem atau kata jadian.
Dua kaidah tersebut adalah:
·         Fonem /ɲ/ di muka fonem /c/ atau /j/ ditulis n, bukan ny.
·         Fonem /w/ dan /y/ yang menjadi bagian diftong ditulis u dan i.
'Prinsip historis/tradisional berlaku bagi beberapa kata serapan, antara lain:
·         Grafem yang melambangkan konsonan bersuara dipakai untuk konsonan tak bersuara pada akhir suku kata. Penggunaan ini digunakan untuk fonem /p/, dan d untuk /t/ serta penulisan g untuk /k/ dan j untuk /c/.
·         Grafem i di muka vokal mencerminkan lafal bervarian /i/ atau /y/.
·         Penggambaran bunyi /f/ dipakai baik pada huruf v mau pun v.
·         Bunyi Hamzah atau bahasa Arab dituliskan menggunakan tanda petik tunggal walaupun tanda petik juga dapat digunakn untuk kata yang lain, misalnya penulisan Jum'at.
·         Huruf e digunakan untuk menggambarkan /ə/ di antara konsonan serapan lama, misalnya pengucapan Inggeris dan Sastera.
·         Nama diri orang-orang terdahulu diperbolehkan menggunakan Ejaan Soewandi bahkan Ejaan Van Ophuijsen, misalnya Soekarno dan Soeharto.
·         Nama diri orang asing dan nama tempat asing dipertahankan keasliannya, misalnya Michael dan New York. 

DAFTAR PUSTAKA

·         Fajar.E (2015, 28 Oktober). Edjaan Tempoe Doeloe hingga Ejaan yangDisempurnakan.Diperoleh 13 Maret 2016, dari https://www.zenius.net/blog/9959/sejarah-eyd-ejaan-bahasa-indonesia


·         WikipediaEjaan.Diperoleh 13 Maret 2016, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan