Nama Anggota : Dwi Maulani (12113679)
Fatih
Nur Muchamad (13113303)
Mata Kuliah : Bahasa
Indonesia 2
Kelas : 3KA09
Materi : Ejaan

Sebelum
mempunyai tata bahasa baku dan resmi menggunakan aksara latin, bahasa Melayu
(sebagai cikal-bakal Bahasa Indonesia) ditulis menggunakan aksara Jawi (arab
gundul) selama beratus-ratus tahun lamanya. Lalu, sejak bangsa Eropa datang dan
menetap di Nusantara, barulah kita mengenal aksara latin. Ejaan latin yang
dipakai untuk bahasa Melayu pun sudah berubah berkali-kali sesuai dengan
kebijakan para penulis buku pada waktu itu. Ternyata Nusantara yang
diduduki Belanda punya gaya ejaan yang berbeda dengan Semenanjung Melaya
yang notabene dikolonisasi Inggris.
Tahun 1897, seorang
linguis Londo (sebutan orang Belanda) kelahiran
Batavia, yang bernama A.A. Fokker mengusulkan agar ada penyeragaman ejaan di
antara dua wilayah ini. Hingga akhirnya, van Ophuijsen (sistem
orthografi) membakukan segalanya tentang Bahasa Melayu.
Ada tiga prinsip yang
mendasari perubahan ejaan dalam Bahasa Indonesia, yaitu :
1.
Prinsip kehematan (Efisiensi)
2.
Prinsip keluwesan
3.
Prinsip kepraktisan
Berikutnya, terdapat enam ejaan yang menjadi tahapan hingga
ke Ejaan yang Disempurnakan (EyD), yaitu :
1. Ejaan van Ophuysen (1901-1947)
Charles Adrian van
Ophuijsen (Ch. A. van Ophuysen) merupakan tokoh penting dalam tonggak bahasa
Indonesia. Seperti yang udah gue sebutkan sebelumnya di atas, ejaan Ophuijsen
lahir dari niat pemerintah kolonial Belanda untuk menengahi keberagaman variasi
bahasa Melayu yang ada di Nusantara saat itu, sekaligus memudahkan Belanda
menyebarkan kekuasaan di daerah kolonisasinya.
2. Ejaan
Republik (Ejaan Soewandi) – 1947-1972
Ejaan ini disebut
sebagai Ejaan Soewandi karena diresmikan tanggal 17 Maret 1947 oleh Menteri,
Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan saat itu, yaitu Raden Soeawandi,
menggantikan ejaan Ophuijsen. Sebenarnya nama resminya adalah ejaan Republik,
namun lebih dikenal dengan ejaan Soewandi.
3. Ejaan Pembaharuan (1957)
Ejaan ini bermula dari
polemik yang terjadi pada Kongres Bahasa Indonesia ke-2 di Medan tahun 1954.
Kongres kedua ini akhirnya diadakan setelah pertama kali diadakan di Solo tahun
1938. Yamin selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dan
pemrakarsa Kongres Bahasa Indonesia ke-2 mengatakan bahwa kongres ini merupakan
bentuk rasa prihatinnya akan kondisi bahasa Indonesia saat itu yang masih belum
mapan. Medan pun dipilih karena di kota itulah bahasa Indonesia dipakai dan
terpelihara, baik dalam rumah tangga ataupun dalam masyarakat, setidaknya itu
alasan Yamin. Di kongres ini, memang diusulkan banyak hal dan salah satunya
adalah perubahan ejaan. Usulan ini ditindaklanjuti oleh pemerintah waktu itu
dengan membentuk panitia pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia.
4. Ejaan Melindo/Melayu Indonesia
(1959)
Sejak Kongres bahasa
tahun 1954 di Medan dan dihadiri oleh delegasi Malaysia, maka mulailah ada
keinginan di antara dua penutur Bahasa Melayu ini untuk menyatukan ejaan.
Keinginan ini semakin kuat sejak Malaysia merdeka tahun 1957 dan kita pun
menandatangani kesepakatan untuk membicarakan ejaan bersama tahun 1959-nya.
Sayangnya, karena situasi politik kita yang sedang memanas (Indonesia sedang
condong ke poros Moskow-Peking-Pyongyang, sedangkan Malaysia yang Inggris banget), akhirnya
ditangguhkan dulu pembahasannya. Hal lain yang membuat ejaan ini kurang seksi
adalah perubahan huruf-huruf yang dianggap aneh. Misalnya, kata
"menyapu" akan ditulis "meɳapu"; "syair" ditulis
"Ŝyair"; "ngopi" menjadi "ɳopi"; atau
"koboi" ditulis "koboy". Mungkin aneh karena belum biasa
dan harus menyesuaikan diri lagi. Tapi, akhirnya, usulan yang mustahil
dilaksanakan ini dengan cepat ditinggalkan.
5. Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1966)
Sebelum adanya EYD,
Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang bernama Pusat Bahasa), pada tahun
1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan ini, sebenarnya estafet dari
ikhtiar yang sudah dirintis oleh panitia Ejaan Melindo. Anggota pelaksananya
pun terdiri dari panitia ejaan dari Malaysia. Pada intinya, hampir tidak ada
perbedaan berarti di antara ejaan LBK dengan EYD, kecuali pada rincian
kaidah-kaidah saja.
6. Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan / EYD (1972)
Setelah melalui
masa-masa kegalauan perencanaan bahasa di era Soekarno, masalah-masalah ini
dirampungkan hingga akhirnya Soeharto meresmikan EyD pada perayaan kemerdekaan
Indonesia, tahun 1972 lalu.

Rangkuman Sejarah Perubahan Ejaan Bahasa Indonesia
Di bawah
ini, rangkuman bagaimana sejarah ejaan di Indonesia mulai dari edjaan
tempo doeloe hingga EYD yang tidak asing di kuping kita:
Van
Ophuysen (1901)
|
Soewandi
(1947)
|
Pembaruan
(1957)
|
Melindo
(1959)
|
Ejaan Baru
(1966)
|
Ejaan yang
Disempurnakan (1972)
|
j
|
J
|
Y
|
y
|
y
|
Y
|
dj
|
dj
|
J
|
j
|
j
|
J
|
nj
|
nj
|
Ñ
|
ɳ
|
ny
|
Ny
|
sj
|
-
|
Ś
|
Ŝ
|
sy
|
Sy
|
tj
|
tj
|
-
|
c
|
c
|
C
|
ch
|
-
|
-
|
-
|
kh
|
Kh
|
ng
|
ng
|
ɳ
|
ɳ
|
ng
|
Ng
|
z
|
-
|
Z
|
z
|
z
|
Z
|
F
|
-
|
F
|
F
|
F
|
F
|
-
|
-
|
V
|
V
|
V
|
V
|
é
|
e
|
É
|
é
|
e
|
E
|
e
|
e
|
E
|
e
|
e
|
E
|
oe
|
u
|
U
|
u
|
u
|
U
|
ai
|
ai
|
Ay
|
ay
|
ai
|
Ai
|
au
|
au
|
Aw
|
aw
|
au
|
Au
|
oi
|
oi
|
Oy
|
oy
|
oi
|
Oi
|
Ejaan di Indonesia dari waktu ke
waktu (Harimurdi Kridalaksana & Hermina Sutami, 2007)
![]()
·
Aa (a) /a/
·
Bb (be) /b/
·
Cc (ce) /c/
·
Dd (de) /d/
·
Ee (e) /e/ , /ə/ ,/ε/
·
Ff (ef) /f/
·
Gg (ge) /g/
·
Hh (ha) /ha/
·
Ii (i) /i/
·
Jj (je) /j/
·
Kk (ka)/k/,/?/
·
Ll (el) /l/
·
Mm (em) /m/
·
Nn (en) /n/
·
Oo (o) /o/, /ɔ/
·
Pp (pe) /p/
·
Qq (ki) /k/
·
Rr (er) /r/
·
Ss (es) /s/
·
Tt (te) /t/
·
Uu (u) /u/
·
Vv (fe) /te/
·
Ww (we) /w/, /W/
·
Xx (eks) /k/+/s/
·
Yy (ye) /y/
·
Zz (zet) /z/
|

Ejaan adalah
penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb)
dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan
mempunyai makna. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu
2.
aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
3.
aspek sintaksis yang
menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.
·
Huruf Vokal
Huruf
yang melambangkan vokal dalam bahasa
Indonesia terdiri atas
huruf a, e, i, o,dan u. Contoh pemakaian dalam kata vokal di awal di tengah di akhir pada huruf
a sepertiapi, padi, lusa. Dalam vokal e seperti enak, petak, sore, sedangkan dalam vokal i contohnya itu, simpan, murni.Serta dalam vokal o seperti oleh, kota, radio, dan terakhir pada vokal u contohnya ulang, bumi, ibu.Dalam pengajaran lafal
kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
·
Huruf Konsonan
Huruf
yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b,
c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah
khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
·
Huruf Diftong
Di dalam bahasa
Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan
oi.
Contoh : penggunaan diftong ai pada awal, tengah dan akhir adalah
sebagai berikut ain,malaikat, pandai.
Sedangkan pada diftong au seperti aula, saudara, harimau.
Serta pada diftong oi di awal kata tidak ditemui,
sedangkan untuk di tengah dan akhir sepertiboikot dan amboi.
·
Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang
melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy.Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
Sama seperti kata yang lain, gabungan huruf konsonan bisa terdapat pada awal, tengah, dan
akhir kata.
·
Prinsip-prinsip Penulisan Ejaan Bahasa Indonesia
Prinsip morfologis merupakan
dua kaidah yang mengkhususkan penulisan sebuah fonem yang memiliki posisi tertentu dalam morfem atau kata jadian.
Dua kaidah tersebut adalah:
·
Fonem /ɲ/ di muka fonem /c/ atau /j/
ditulis n, bukan ny.
·
Fonem /w/ dan /y/ yang menjadi bagian diftong ditulis
u dan i.
'Prinsip historis/tradisional berlaku bagi beberapa kata serapan,
antara lain:
·
Grafem yang
melambangkan konsonan bersuara dipakai untuk konsonan tak bersuara pada akhir
suku kata. Penggunaan ini digunakan untuk fonem /p/, dan d untuk /t/ serta
penulisan g untuk /k/ dan j untuk /c/.
·
Grafem i
di muka vokal mencerminkan lafal bervarian /i/ atau /y/.
·
Penggambaran bunyi /f/ dipakai baik pada
huruf v mau pun v.
·
Bunyi Hamzah atau
bahasa Arab dituliskan menggunakan tanda petik tunggal walaupun tanda petik
juga dapat digunakn untuk kata yang lain, misalnya penulisan Jum'at.
·
Huruf e digunakan untuk menggambarkan /ə/
di antara konsonan serapan lama, misalnya pengucapan Inggeris dan Sastera.
·
Nama diri orang-orang terdahulu
diperbolehkan menggunakan Ejaan Soewandi bahkan Ejaan Van Ophuijsen, misalnya Soekarno dan
Soeharto.
·
Nama diri orang asing dan nama tempat
asing dipertahankan keasliannya, misalnya Michael dan New York.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar